Tertanggal 14 April 2022, Alun-alun Utara Yogyakarta masih dalam proses pemulihan atau revitalisasi. Jika Anda berkendara mengelilinginya, Anda akan melihat galian besar dengan gundukan pasir disana.
Pemulihan pada Alun-Alun Utara Yogyakarta ini dilakukan untuk mengembalikan kondisi alun-alun seperti semula. Awalnya, permukaan alun-alun adalah pasir. Kini Anda akan menemukan banyak barang yang tidak semestinya yang membaur dan tertimbun dalam pasir tersebut.
ketika dilakukan pengerukan, tidak hanya ditemukan timbunan sampah, bahkan dijumpai baliho dan pondasi beton sisa kegiatan temporer. Memang benar, banyak kegiatan yang dilakukan di alun-alun yang tidak sejalan dengan dengan kelestarian alun-alun.
Hal ini sudah bermula sejak tahun 1900 dengan sering diadakannya pasar malam dan pameran pembangunan. Kejadian ini berulang, apalagi dengan budaya pasar malam sekaten tahunan yang warga Yogyakarta sendiri pasti sudah tidak asing.
Alun-Alun Utara bisa dibilang merupakan daerah yang masih masuk dalam kawasan keraton Jogja. Sehingga, lapangan dengan luas 300 x 300 meter persegi tersebut merupakan aset kagungan dalem yang patut untuk dijaga kondisinya.
Ditengah alun-alun, tumbuh dua pohon beringin besar tua yang dipagari, masyarakat biasa menamainya ringin kurung. Masing-masing memiliki nama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru (Kiai Wijayadaru).
Jika merunut pada tiga bangunan sumbu filosofis keraton, pohon ini berada di sebelah barat sama seperti Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Pohon beringin tersebut konon menggambarkan hubungan seorang manusia dengan tuhannya.
Tentu saja filosofi hubungan ini menyadur pada keyakinan Islam terkait habluminallah. Sementara itu, Pohon dengan nama Kiai Janadaru (sebagai pohon manusia) juga dikaitkan dengan Pasar Beringharjo di sisi timur sumbu filosofis. Keduanya dikonotasikan sebagai hablumminannas.
Hablumminannas sendiri bermakna hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Ada juga beringin lain di alun-alun utara dengan namanya masing-masing. Ada kiai Wok, Kiai Jenggot, Agung, dan Binatur.
Memahami Nilai Historis Dan Filosofi Alun-Alun Utara Yogyakarta
Alun-Alun Utara Yogyakarta menjadi salah satu destinasi yang biasa dikunjungi oleh wisatawan. Beberapa rental elf Jogja terbaik juga memberikan paket wisata keliling Jogja yang salah satunya adalah ke alun-alun utara.
Oleh karena menjadi salah satu destinasi yang sering dikunjungi, kebersihan dan kenyamanan alun-alun utara perlu dijaga.
Langkah merevitalisasi Alun-Alun Utara merupakan tindakan yang tepat. Hal ini tentu untuk mengembalikan kondisi permukaan alun-alun seperti semua. Nah, dari sini, tidak menutup kemungkinan bila selanjutnya akan dilakukan revitalisasi juga di alun-alun selatan.
Sebab kedua alun-alun ini memiliki nilai historis dan filosofinya masing-masing. Filosofi pada tiap-tiap sudutnya juga bukan main. Berikut kiranya adalah beberapa nilai yang terkandung dalam Alun-Alun Utara Yogyakarta.
1. 64 Pohon Beringin
Secara keseluruhan, Alun-Alun Utara Yogyakarta memiliki 64 pohon beringin. 2 berdiri di dalam alun-alun dan 62 lainnya berjejer di sekeliling. Jumlah 64 bukanlah tanpa alasan, ia adalah perwujudan umur Rasulullah SAW dalam perhitungan tanggal Jawa.
Selain dikelilingi oleh pohon beringin, dulu alun-alun utara juga dikelilingi dengan dinding batu (pagar) dan selokan. Air dalam selokan biasa digunakan untuk menyiram alun-alun ketika gersang.
2. Beberapa Bangsal
Di samping itu, ada juga beberapa bangunan yang berdiri di pinggir alun-alun. Salah satunya adalah Bangsal Pekapalan. Pekapalan memiliki makna tempat penambatan kuda. Makna ini menunjuk pada fungsi bangsal yang biasa digunakan untuk berkumpulnya para pejabat.
Lantai marmer biasa digunakan untuk permukaan bangunan bernuansa mewah untuk orang penting. Namun Bangsal Pekapalan tidak menggunakannya, hal ini tidak mengurangi fungsinya yang penting sebagai tempat para bupati dan petinggi banyak daerah.
Selain Bangsal Pekapalan, ada juga bangsal lain di pinggir alun-alun seperti Bangsal Pangurakan dan Bangsal Balemangu.
Bangsal Pangarukan berdiri di sisi utara dan mengapit jalan. Biasanya Bangsal Pangarukan dijaga oleh Abdi Dalem Geladhag karena digunakan sebagai tempat menyimpan senjata. Filosofi pengapitan jalan tersebut untuk menunjukkan fungsi lain yakni sebagai tempat ngurak.
Bangsal Balemangu juga ada dua, mengapit gerbang menuju Masjid Gedhe Kauman. Bangsal tersebut digunakan sebagai tempat pengadilan agama.
Harapan Revitalisasi Alun-Alun Utara Yogyakarta
pemulihan permukaan Alun-Alun Utara Yogyakarta menjadi murni pasir kembali diharapkan dapat mengembalikan nilai historis dan juga filosofis keraton. Selain itu, dengan lebih bersihnya tanah di alun-alun, akan mengembalikan keasrian yang ada dan memberikan suasana yang nyaman.
G20 baru saja diadakan di Jogja, tentu saja rapat besar yang didatangi banyak delegasi dari banyak negara tersebut menjadi jawaban tegas mengapa revitalisasi perlu dilakukan. Ia sejalan dengan gerakan menjaga lingkungan hidup dan gerakan rumah hijau yang sedang digalakkan.
Harapannya juga, dengan berhasilnya revitalisasi alun-alun utara ini akan memantik revitalisasi selanjutnya di kawasan cagar budaya Yogyakarta lainnya seperti Malioboro, Kotabaru, Pakualaman, dan Kotagede.
Kebersihan alun-alun dianggap prinsipil, sehingga kebersihan alun-alun akan memberikan dampak yang baik pada persepsi masyarakat kepada keluarga keraton.
Senada dengan harapan yang besar dengan diadakannya revitalisasi, semoga para pedagang kaki lima yang sudah direlokasi bisa memanfaatkan lokasi yang baru dengan baik serta menjaga kebersihan.
Jika sudah dilakukan usaha besar dari pemerintahan untuk membersihkan kawasan wisata Jogja, maka masyarakat juga harus menjaganya dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak mengadakan kegiatan yang merusak lagi.
Itulah informasi terkait revitalisasi yang sedang dilakukan di Alun-Alun Yogyakarta. Dalam dunia desain bangunan, usaha ini sangatlah perlu dilakukan.
Tidak hanya berfungsi mengembalikan alun-alun pada kondisi seperti semula, tapi juga menjadi sebuah langkah berani untuk kebijakan daerah wisata lain kedepannya.[]